Apakah perlu
berdebat soal agama? -Tidak perlu, Kristen mengajarkan kasih, dan kasih tidak
berdebat.
Lalu bagaimana jika
orang lain menanyakan ini itu tentang agama kita, dan kemudian kita tidak bisa
menjawab? Bukankah mereka akan merendahkan kita? -Apakah kau merasa perlu
membela agamamu? Kurasa tidak. Kalau ya, berarti kau membatasi kekuatan
Tuhanmu.
Tidak perlu.
Kemarin ada kejadian yang sedikit mengesalkan saya. Kebaktian Jumat yang biasa
dilakukan oleh para mahasiswa/i membawakan kotbah tentang Kristologi yang
seolah mempersiapkan kita untuk menjawab A jika ditanya B. Mengapa mesti
demikian? Untuk apa? Sekali lagi, bukankah kasih tidak berdebat?
Saya ingin cerita
sedikit. Saya dulu sering bertanya-tanya akan isi dari Alkitab, atau bahkan
Alkitab nya sendiri. Saya bertanya, bagaimana kita meyakini akan Tritunggal
Maha Kudus? Masakan ada tiga wujud Tuhan yakni Bapa, Putera, dan Roh Kudus? Dan
semuanya tetap ada dalam waktu bersamaan? Lalu saya menganalogikan. Mungkin itu
seperti air. Ketika ia di laut, ia dikatakan air. Ketika ia di kutub, ia
dikatakan es. Ketika ia di udara, ia dikatakan uap. Sekalipun berbeda bentuk
dan berbeda fungsi, namun kesemuanya adalah bahan yang sama. Apakah Tuhan bisa
dianalogikan seperti itu? Belum tentu.
Lalu kemudian, mengapa
Tuhan memberikan anakNya yang tunggal untuk menebus dosa dunia? Mengapa Tuhan
tega? Lalu bagaimana ceritanya seorang Anak bisa menebus dosa dunia? Saya
lagi-lagi menganalogikannya. Mungkin ini seperti cerita Narnia. Ketika Edmund
membuat kesalahan fatal yang akan mengakibatkannya terbunuh, singa bernama
Aslan, yang paling dihormati di Narnia mengorbankan dirinya agar Edmund tidak
dibunuh. Tentu musuh menginginkan hal tersebut, worth it, bahkan lebih. Mungkin
Tuhan Yesus juga demikian kepada kita. Dan bagaimana Bapa tega mengorbankan
anakNya? Aku lagi-lagi menganalogikannya seperti film singkat tentang kereta
api. Ada kesalahan pada rel kereta yang akan berakibat fatal bagi orang-orang
di dalam kereta. Dan anak penjaga palang pintu tersebut turun tangan langsung
ke rel nya untuk mengatasi penyebab macetnya tuas itu. Namun kereta semakin
mendekat, dan tuas sudah bisa digunakan. Bapak harus memilih anaknya atau orang
banyak. Namun ia memilih orang banyak. Demikianlah Bapa, demi kasihNya bagi
kita, dia mengorbankan anakNya. Mungkin bukan itu jalan satu-satunya karena
kuasa Tuhan tentu bisa menyelamatkan keduanya, baik Anak maupun kita. Namun
Tuhan mengerjakan segala sesuatu dengan cara yang kita mengerti. Lalu, apakah
analogi ini juga tepat? Belum tentu
Tidak ada alasan
mendasar untuk membenarkan itu semua. Tuhan tidak sama dengan ciptaan. Pikiran
kita tidak mampu menyelami kuasanNya.
Selain itu, saya
pernah melihat sebuah video dimana di dalam satu Samudera, air tawar dan air
laut tidak menyatu. Terdapat garis pembatas yang sangat jelas dari video
tersebut. Di bawahnya terdapat caption yang menceritakan bahwa seorang penyelam
menemukan hal tersebut kira-kira abad ke 19. Ia tercengang, bagaimana mungkin
air tawar dan air laut berpisah di Samudera luas. Ia mencari-cari tahu jawaban
atas pertanyaan ini, namun tak menemukannya. Lalu, entah bagaimana caranya,
seorang awak kapal muslim memberitahunya bahwa hal itu tertulis di dalam
Al-Quran. Mereka meyakini bahwa itu adalah tanda/ramalan dari Tuhan yang mana
kita tahu bahwa Al-Quran sudah ada di abad ke 7 dimana belum ada penjelajah,
namun fenomena ini baru ditemukan pada abad sekarang. Caption itu menyatakan
“inilah perbedaan Alkitab dan Quran. Quran adalah ramalan yang menjadi nyata,
sedangkan Alkitab merupakan kumpulan kitab/surat yang terus mengalami revisi”.
Saya sempat terguncang oleh karena hal tersebut. Benar memang adanya bahwa
Alkitab merupakan saksi nyata akan kebesaran Tuhan kita Yesus Kristus. Namun,
apabila memang demikian, tentulah ada hal yang ditambahi atau dikurangi dari
kisah-kisah tersebut. Saat SMA, kami memang mempelajari bahwa ada banyak kitab
yang menceritakan tentang Yesus, namun tidak semuanya dimasukkan ke dalam
Alkitab. Lalu saya menanyakan hal ini pada admin sebuah akun rohani. Beliau mengatakan
“kita tidak perlu terkecoh dengan kata-kata orang”. Segera saya mengakhiri
pembicaraan. Lalu saya berpikir, “ini gila, responnya tidak ramah samasekali.
Mengesalkan. Bagaimana kita orang-orang menjadikan itu santapan lezat untuk
menjatuhkan agama kita?” Kemudian esoknya saya mendapat sebuah pengertian
seperti yang saya sebutkan di atas tadi. Ya, memang, kita tidak perlu
mendebatkan hal seperti itu. Kita tidak perlu bela agama kita karena Tuhan kita
punya kuasa yang luar biasa. Ada banyak hal yang tidak kita ketahui di dunia
ini, terkhusus maksud Tuhan. Kita tidak perlu mencari-cari, percaya saja,
nikmati kerinduan kepada Tuhan. Toh selama ini kita sudah rasakan kuasaNya
bukan?
Komentar
Posting Komentar